Wednesday 29 March 2017

Althaf Alkhwarizmi Dwiherdi, Partus IUFD

This is the story :)

3 Agustus 2012, atau tepatnya 14 Ramadhan 1433 H, suka cita dan duka cita bersama-sama mengiringi Bunda dan Abi. Yess... hari itu adalah lahir putra kami yang ke-2, dari kehamilan Bunda yang ke-3.

Kami beri ia nama Althaf Alkhwarizmi Dwiherdi. Dengan harapan ia akan tumbuh menjadi seorang muslim yang lembut (Althaf) dan cerdas seperti ilmuwan bidang matemarika (Alkhwarizmi). Dan nama itu sekarang sudah tertulis di nisannya. Di TPU Rawa Kuning, tidak jauh dari rumah Akung dan Uti.

Lima tahun sudah berlalu, tapi menuliskannya tanpa membiarkan bulir bening bersemayam di mata sepertinya tidak mudah.

Bismillah

Jumat itu, pagi hari di pertengahan bulan Ramadhan, saat Bunda dan Abi bersiap berangkat ke kantor. Ramadhan itu, Bunda mungkin hanya berpuasa tujuh hari. Selebihnya, Bunda mengambil rukshah atau keringanan tidak berpuasa bagi ibu hamil. Saat mau berangkat, Bunda merasa perut tidak nyaman. Seperti perasaan mulas. Bunda berfikir, oh, mungkin salah makan saja. Di atas motor, Bunda pun merasakan mulas berulang. Tetapi tetap tidak berfikiran bahwa itu adalah tanda-tanda partus. Sampai di kantor, Bunda menjalankan hari seperti biasa. Pagi menjelang siang, setelah menghabiskan bekal sarapan di pantry, Bunda menyempatkan diri ke toilet. Dan ternyata sudah ada flek darah, yang berarti, itu adalah tanda partus. Langsung Bunda menelpon Abi, dan izin pada atasan, bahwa Bunda mau cek ke rumah sakit.

Sampai di rumah sakit, Bunda mendaftar, langsung menuju ruang observasi. Dan di ruang inilah semua peristiwa penuh hikmah ini dimulai. Tiga orang bidan, dalam waktu tiga puluh menit, tidak dapat mendengar  denyut jantung bayi. Akhirnya diputuskan untuk diperiksa ke USG di dokter kandungan yang berpraktek di waktu itu. dengan dr Wulandari Ekasari SpOG. Antrian pasien Beliau banyak. Namun Bunda didahulukan, sepertinya keadaanya termasuk darurat, tetapi Bunda dan Abi tidak ngeh. lalu diperiksalah di ruang prakter dokter SpOG menggunakan USG yang lengkap dengan monitor screen. Dan... keterangan dr Wulan adalah... bayi kami sudah meninggal di dalam kandungan, mungkin sudah dua atau tiga hari yang lalu, terindikasi dengan adanya fraktur di pertemuan tulang tengkorak. Tetapi untuk memastikan, dr Wulan menyarankan kami untuk USG 4 dimensi.

Cukup lama antri di USG 4 dimensi, karena digunakan oleh pasien penyakit dalam. Selama menunggu itu, Abi shalat Jumat di masjid terdekat, dan Bunda menunggu sendiri, dengan rasa mulas yang semakin bertambah, dan air mata kecemasan yang mengalir tak terbendung. Sampai di ruangan, bidan membesarkan hati kami untuk tenang dan berdoa. Dan, tibalah kepastian itu. Di monitor tidak ditemukan detak jantung, tidak ditemukan aliran darah ke janin. kali itu Bunda nangis, sesenggukan. Bunda dan Abi saling memeluk, untuk saling menguatkan. Mencoba sabar, tabah, karena ini adalah ketetapan Allah yang penyikapan terbaiknya adalah ikhlas. Lalu, dr Wulan men-skenariokan untuk induksi, agar janin dapat lahir normal. Beliau tidak merekomendasikan operasi sesar karena Beliau tidak mau Bunda sakit fisik dan psikis, karena sang bayi tidak ada.

Di ruang persalinan, ternyata Bunda merasakan 'ajakan' untuk mengejan. Saat dr Wulan datang, diperiksa, ternyata Bunda sudah bukaan 6. Tidak perlu induksi karena bisa berakibat infeksi. Dan, lahirlah Althaf. Bayi yang sudah lemas tak berdaya. Bunda seakan tidak boleh berlama-lama menyaksikan bayi Althaf. Karena khawatir tangisan Bunda menjadi histeris. Tidak berapa lama, Althaf dimandikan, dan sudah diselimuti kain putih, dan diserahkan ke Bunda. Bunda kecup wajahnya, harum, dan lembut kulitnya. Mirip Azka saat ia lahir. Hidung dan bibirnya yang menjadi ciri khas semua anak kami.

Akung dan Eyang Joko (yang kebetulan sedang mampir ke rumah Akung) sudah sampai rmah sakit. Althaf dibawa, dan penyelenggaraan jenazahnya dilakukan malam itu juga, selepas shalat tarawih. Bunda masih harus berada di rumah sakit untuk observasi pasca persalinan, dan Abi yang menemani Bunda.

Keesokan harinya, keluarga berdatangan. Simpati mereka seakan menjadi charger untuk Bunda bangkit. Bahkan, atasan Bunda pun menjenguk, berdua dengan istri Beliau. Sungguh perhatian yang sangat special.

Tapi hari itu segala tentang bayi menjadi hal yang 'menyebalkan' untuk Bunda lihat. Ada seorang Ibu yang diiringi keluarganya, nampaknya lepas melahirkan juga. Jalannya pelan, lalu mereka didampingi perawat yang menggendong sang bayi. Sebuah taksi berhenti untuk menjemput keluarga itu. Ah... harusnya Bunda seperti itu. Membawa pulang seorang bayi laki-laki yang lucu. Bunda iri ... Bunda jealous... Bunda nangis.

Kamipun melanjutkan hari-hari selanjutnya dengan percaya bahwa waktu akan menyembuhkan fisik dan psikis kami. Tetap berharap karunia Allah akan hadir lagi di tengah Bunda dan Abi.

No comments:

Powered By Blogger